Selasa, 11 November 2008

“PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI SEKRETARIAT DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH”

I. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu masalah nasional yang di hadapi bangsa indonesia saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia, jumlah sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan suatu organisasi berfikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal. Banyak organisasi atau peruasahaan yang menghadapi tantangan ini dengan membangun budaya organisasi serta komitmen organisasi dari para pegawai dalam upaya meningkatkan kualitas. Dalam hal ini kualitas sumber daya manusia akan terpenuhi apabila kepuasan kerja sebagai unsur yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam suatu organisasi dapat tercipta dengan sempurna (menurut H Teman Koesmono,2003)
Menurut H Teman Koesmono, (2003) Persoalan kepuasan kerja akan dapat terlaksana dan terpenuhi apabila beberapa variabel yang mempengaruhi mendukung sekali. Salah satu variabel yang dimaksud adalah Budaya. Variabel tersebut dapat mempengaruhi pekerjaan seseorang dan ujung ujungnya organisasi akan menuai hasil yang positif. Sehubungan dengan hal tersebut, agar karyawan selalu konsisten dengan kepuasannya maka setidak tidaknya organisasi selalu memperhatikan lingkungan di mana karyawan melaksanakan tugasnya, misalnya rekan kerja, pimpinan, suasana kerja, dan hal hal lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya. Masalah budaya merupakan hal yang esensial bagi suatu organisasi atau perusahaan. Karena akan selalu berhubungan dengan kehidupan yang ada dalam organisasi yang menyangkut falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu. Secara spesifik budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi team work, leaders dan characteristic of organization serta administration procees yang berlaku. Budaya organisasi penting karena merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam hirarki organisasi yang mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi. Menurut Wirawan (2007 ; 124) budaya organisasi secara langsung dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi, dalam hal ini adalah motivasi, keterlibatan kerja, disiplin, dan kepuasan kerja.
Menurut H Teman Koesmono, (2003) Budaya yang produktif adalah budaya yang dapat menjadikan organisasi menjadi kuat dan tujuan organisasi dapat terakomodasi. Pada dasarnya manusia atau seseorang yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak agar dalam menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari masing-masing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana individu berada seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya. Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbeda-beda dalam bentuk perilakunya. Dalam organisasi, implementasi budaya dirupakan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu dalam organisasi akan diwarnai oleh budaya organisasi yang bersangkutan. Menurut Arnold & Feldman (1986 : 24) perilaku individu berkenaan dengan tindakan yang nyata dilakukan oleh seseorang dapat diartikan bahwa dalam melakukan tindakan, seseorang pasti tidak akan terlepas dari perilakunya.
Menurut Soedjono, (2005) Sesungguhnya antara budaya organisasi dan kepuasan karyawan terdapat hubungan dimana budaya (culture) dikatakan memberi pedoman seseorang karyawan bagaimana dia mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi, nilai yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja, berinteraksi dengan kelompoknya dengan sistem dan administrasi, serta berinteraksi dengan atasannya. Jadi pengaruhnya terhadap kepuasan karyawan ada pada perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapinya dan lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaannya dan bentuk yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Menurut Robbin (1996 dalam Ghozali dan cahyono 345) Mempekerjakan individu yang nilai-nilainya tidak segaris dengan nilai-nilai organisasi itu mungkin menghasilkan karyawan yang kurang termotivasi, kurang berkomitmen serta tidak terpuaskan oleh pekerjaan mereka dan oleh organisasi, dan tidak mengherankan tingkat keluarnya karyawan yang tidak cocok lebih tinggi dari pada individu yang merasa cocok. Menurut As’ad (1995 ; 103) variabel yang dapat di jadikan indikasi menuruinnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi, tingginya keluar masuknya karyawan, menurunnya produktivitas kerja.
Menurut Dessler (1986) dalam Setyawan (2005) suatu organisasi sangat membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tinggi dalam melaksanakan tugas dan memiliki komitmen yang tinggi pula sebagai pengaruh positif dari kepuasan kerja yang tinggi. Organisasi memiliki tujuan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut akan mudah dicapai melalui komitmen pegawainya.
Mas’ud (2002:176) menyatakan bahwa loyalitas atau komitmen karyawan terhadap perusahaan dipandang sangat penting dalam bisnis. Karyawan yang memiliki loyalitas atau komitmen yang tinggi akan bersedia untuk mendahulukan kepentingan perusahaan dari pada kepentingan dirinya sendiri.
Seseorang yang bergabung dengan suatu organisasi tentunya membawa keinginan keinginan, kebutuhan dan pengalaman masa lalu yang membentuk harapan kerja baginya, dan bersama sama dengan organisasinya berusaha mencapai tujuan bersama. Untuk dapat bekerja sama dan berprestasi kerja dengan baik, seorang karyawan harus mempunyai komitmen yang tinggi pada organisasinya. Komitmen organisasional dapat tumbuh manakala harapan kerja dapat terpenuhi oleh organisasi dengan baik. Selanjutnya dengan terpenuhinya harapan kerja ini akan menimbulkan kepuasan kerja (Suparwati, 2005).
Komitmen akan mencerminkan tingkat kesungguhan pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya Sebab, adanya komitmen yang tinggi akan memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai. Menurut Setyawan (2005:15) ketika komitmen seorang pegawai telah tinggi maka kepuasan kerja pegawai secara umum akan meningkat. Karena komitmen organisasi merupakan bagian kunci dalam manajemen sumber daya manusia. Sehingga dapat memberikan efek positif terhadap kepuasan kerja secara menyeluruh.
Penelitian dari Gunz & Gunz (2004) juga menyatakan bahwa komitmen organisasi dan kepuasan kerja memiliki korelasi positif. Hal ini berarti untuk memenuhi dan meningkatkan kepuasan pegawai, organisasi harus mampu meningkatkan komitmen pegawai.
Komitmen organisasi dibagi menjadi tiga bentuk komitmen, yaitu komitmen afektif, komitmen normatif, dan komitmen kontinuen. Menurut Shore et al., 1995 (dalam Pareke:2003) berpendapat seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi tetap berada dalam suatu organisasi karena mereka memang menginginkannya. Sedangkan karyawan dengan komitmen kontinuen yang tinggi akan tetap tinggal dalam organisasi karena mereka membutuhkannya, dan karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi tetap bekerja untuk suatu organisasi karena mereka merasa secara moral dan kepercayaan mereka seharusnya tetap tinggal.
Komitmen organisasi dapat dilihat dari komitmen tiap pegawai. Salah satu bentuk komitmen pegawai terhadap organisasi salah satunya adalah memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap masyarakat. Objek dalam penelitian ini adalah pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah dimana berdasarkan PERDA No 2 tahun 2001 terdiri atas 11 biro dengan jumlah pegawainya 1050 orang dan mulai tanggal 6 juni 2008 diganti dengan PERDA No 5 tahun 2008 yang terdiri atas 12 biro dengan jumlah pegawai 991 orang. SETDA mempunyai tugas pokok membantu gubernur dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, SATPOL PP dan Lembaga lainnya. Secara spesifik, Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah menekankan salah satu aspek, yaitu aspek manusia (SDM). Dalam menjalankan tugas, Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah membutuhkan dukungan dari pegawai yang berkualitas.
Hal yang menjadi permasalahan yaitu tingginya jumlah karyawan yang mangkir dalam apel pagi, karyawan sering keluar masuk saat jam kerja serta mengulur-ulur waktu dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Hal ini tentu akan menjadi pedoman yang kurang baik bagi karyawan baru atau yang lain, Serta tingkat komitmen karyawan yang kurang terhadap organisasinya sebagai contoh karyawan sering mementingkan kepentingan pribadi daripada mementingkan kepentingan organisasi. Contohnya pegawai sering tertangkap tangan oleh SATPOL PP ketika sedang berbelanja di super market atau tempat perbelanjaan ketika jam kerja. Tentunya hal ini tidak sesuai dengan teori tentang loyalitas atau komitmen.
Indikasi dari budaya organisasi serta komitmen organisasi secara praktis salah satunya adalah tingginya jumlah pegawai yang mangkir. Ini dapat dibuktikan melalui data kehadiran dari pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2007. Data tersebut diambil dari pegawai yang mengikuti apel pagi dilingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah yang berjumlah 1050 orang. Sedangkan 19 orang yang lainnya diperbantukan diluar lingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah seperti Dinas Pariwisata, Perumahan Korpri, YPAC, Sekolah sekolah, dan Sanggar Pramuka.

No Bulan Kehadiran Ketidakhadiran
Individu Individu
1 Januari 834 216
2 Febuari 868 182
3 Maret 920 130
4 April 942 108
5 Mei 938 112
6 Juni 878 172
7 Juli 915 135
8 Agustus 899 151
9 September 825 225
10 Oktober 799 251
11 November 833 217
12 Desember 807 243
Rata - rata 871,5 178,5
Tabel 1. Kehadiran Apel Pagi Pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2007






















Sumber : Kantor Satpol PP SETDA Propinsi Jawa Tengah
Dilihat dari kondisi di atas maka persoalan yang harus diselesaikan Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah adalah mengubah budaya yang sudah tercipta di lingkungan karyawan tentang kedisiplinan, tanggung jawab serta komitmen karyawan terhadap organisasinya yang salah satunya adalah menyelesaikan pekerjaan yang diemban karyawan. Terlihat bahwa kehadiran pada apel pagi kurang maksimal yang berakibat pada kinerja yang kurang optimal. Keadaaan tersebut akan berdampak pada kurangnya kedisiplinan dan tanggung jawab yang diemban oleh pegawai.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai: “ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI SEKRETARIAT DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH“.

II. RUMUSAN PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah :
1. Adakah pengaruh budaya organisasional terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.
2. Adakah pengaruh komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.
3. Adakah pengaruh budaya organisasional dan komitmen organisasional secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.

III. TUJUAN
Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara budaya organisasional terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.
2. Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara komitmen organisasional terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.
3. Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh antara budaya organisasional dan komitmen organisasional secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.
IV. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah
Penelitian ini dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan budaya organisasi serta komitmen pegawainya sehingga tercapai kepuasan kerja yang tinggi.
2. Manfaat Teoritis
a. Bagi pembaca
Penelitian ini digunakan untuk menambah pengetahuan dalam penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variabel lain.


b. Bagi peneliti lain
Untuk menambah pengetahuan tentang sumber daya manusia dan permasalahan yang dihadapi terutama mengenai budaya organisasional serta komitmen organisasional.

V. LANDASAN TEORI
1. Budaya Organisasi
1.1 Pengertian budaya organisasi
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan terlepas dari lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya dan agar kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan perilaku yang positif tentunya harus didukung oleh suatu norma yang diakui kebenarannya dan dipatuhi sebagai pedoman dalam bertindak agar dalam menjalankan aktivitasnnya tidak bebenturan dengan sikap dan perilaku masing-masing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana individu berada seperti keyakinan, nilai, anggapan dan sebagainnya.
Menurut Moelyono Djokosantoso (2003; 17-18) budaya organisasi adalah nilai-nilai dominan yang disebarluaskan didalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan. Sedangkan Robbins (1996 : 289) budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota organisasi, dan merupakan suatu sistem makna bersama
Turner (1992) dalam Rhenald Kasali, Ph.D.(2005 : 285) berpendapat bahwa budaya adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pemikiran dan cara berfikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi dan diterima oleh anggota baru seutuhnya. Secara pragmatis, budaya organisasi (perusahaan) dapat diartikan sebagai norma-norma perilaku, sosial, dan moral yang mendasari setiap tindakan dalam organisasi dan dibentuk oleh kepercayaan, sikap, dan prioritas para anggotanya. Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah nilai, keyakinan, kepercayaan, sikap yang dianut oleh anggota dan diterima oleh anggota baru yang merupakan suatu sistem makna bersama.
Budaya menurut Rheinald Khasali, Ph.D (2005 : 286) terdiri dari dua lapisan. Lapisan pertama ini disebut Visible artifacts. Lapisan yang dapat dilihat secara kasat mata ini terdiri atas cara orang berperilaku, berbicara, berdandan, serta simbol-simbol, seperti logo perusahaan, lambang merk, slogan, ritual, figur-figur, simbol-simbol yang dipakai, kegiatan protokoler, dan bahasa serta cerita-cerita yang sering dibicarakan oleh para anggota. Namun demikian, visible artifacts tidaklah ada begitu saja. Ia hadir mewakili nilai-nilai yang lebih dalam dari para anggotanya. Lapisan kedua yang lebih dalam itulah yang sesungguhnya disebut budaya. Ini terdiri atas nilai-nilai, filosofi, asumsi, kepercayaan, sejarah korporat, dan proses berfikir dalam organisasi.
1.2 Dimensi dan karakteristik Budaya Organisasi
Dimensi budaya organisasi menurut Robbin, S., couter, M (1999) yang secara keseluruhan adalah sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko, artinya dimana karyawan disorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan resiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan.
2. Perhatian terhadap detail, artinya sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. Penerapan dalam organisasi SETDA Propinsi Jawa Tengah antara lain dalam hal pemakaian baju dinas yang dilakukan karyawan setiap harinya.
3. Berorientasi kepada hasil, artinya sejauh mana manajemen memusatkan perhatian kepada hasil dibandingkan perhatian kepada tehnik dan proses yang digunakan untuk meraih hal tersebut. Penerapan dalam organisasi SETDA Propinsi Jawa Tengah antara lain pimpinan yang tidak menaruh belas kasihan dalam usaha mengejar hasil sehingga memungkinkan karyawan tidak mengulur waktu penyelesaian suatu pekerjaan, serta menganalisis dan mengevaluasi pelaksanaan tugas.
4. Berorientasi kepada manusia, artinya sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi. Penerapan dalam organisasi SETDA Propinsi Jawa Tengah antara lain mendorong karyawan yang menjalankan ide-ide mereka, memberikan penghargaan kepada karyawan yang berhasil menjalankan ide-ide mereka.
5. Berorientasi kepada tim, artinya sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerja sama. Penerapan dalam organisasi SETDA Propinsi Jawa Tengah antara lain dukungan pimpinan pada karyawan untuk bekerja sam dalam satu tim, dukungan pimpinan untuk menjaga hubungan dengan rekan kerja di anggota tim lain.
6. Agresivitas, artinya tingkat dimana orang berikap agresif dan bersaing bukannya ramah dan bekerja sama. Penerapan dalam organisasi SETDA Propinsi Jawa Tengah antara lain persaingan sehat antar karyawan dalam nekerja, karyawan didorong untuk mencapai produktivitas maksimal.

Menurut Tan ( 2002 :18) dalam Dr. Wibowo, SE., M.Phil (2005 : 349) mengemukakan bahwa karakteristik suatu budaya organisasi adalah sebagai berikut :
a. Individual initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan kemerdekaan yang dimiliki individu.
b. Risk tolerance, yaitu suatu tingkatan di mana pekerja di dorong mengambil resiko, menjadi agresif dan inovatif.
c. Direction, yaitu kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan menetapkan harapan kinerja.
d. Integration, yaitu tingkatan di mana unit dalam organisasi didorong untuk beroperasi dengan cara terkoordinasi.
e. Management support, yaitu tingkatan di mana manajer atau pimpinan mengusahakan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan pada bawahan.
f. Control, yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang di pergunakan uantuk melihat dan mengawasi perilaku pekerja.
g. Identity, yaitu tingkatan di mana anggota mengidentifikasi bersama organisasi secara keseluruhan daripada dengan kelompok kerja atau bidang keahkian profesional tertentu.
h. Reward system, yaitu tingkatan di mana alokasi reward, kenaikan gaji atau promosi, didasarkan kriteria kinerja pekerja, dan bukan pada senioritas atau favoritisme.
i. Conflik tolerance, yaitu suatu tingkatan di mana pekerja didorong menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka.
j. Communication patterns, yaitu suatu tingkatan di mana komunikasi organisasional dibatasi pada kewenangan hierarki formal.
2. Komitmen Organisasi
2.1 Pengertian komitmen organisasi
Banyak para ahli yang mengemukakan definisi tentang komitmen organisasional. Jerald (2002:160) mengemukakan bahwa organizational commitment is concerned with the degree to which people are involved with their organization and interested in remaining within them. Komitmen organisasi mempunyai ikatan dengan tingkatan orang – orang yang melibatkan diri dengan suatu organisasi dan tertarik menjadi bagian dari organisasi tersebut.
Luthans (2006:249) berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Sedangkan Mathis (2000:99) mendefinisikan komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada dalam organisasi tersebut.
Meyer menjelaskan bahwa komitmen terhadap organisasi didefinisikan sebagai sejauh mana keterlibatan seseorang dalam organisasi dan kekuatan identifikasinya terhadap suatu organisasi tertentu (Pareke, 2003).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional adalah sikap karyawan yang melibatkan dirinya untuk tetap berada dalam suatu organisasi demi mencapai tujuan dan kemajuan organisasi tersebut.

2.2 Dimensi Komitmen Organisasi
Menurut Luthans (2006:249-250) komitmen organisasi bersifat multidimensional, maka terdapat perkembangan dukungan untuk tiga model komponen yang diajukan oleh Mayer dan Aleen. Dimensi tersebut adalah :
1. Komitmen Afektif
Komitmen afektif adalah keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi. komitmen afektif terdiri dari :
a. Usia
Semakin tua para pekerja, makin sedikit kesempatan alternatif pekerjaan bagi mereka. Pekerja yang lebih tua, kecil kemungkinan akan berhenti karena masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung memberikan kepada mereka tingkat upah yang lebih tinggi. Umumnya karyawan tua mempunyai tingkat kemangkiran yang dapat dihindari lebih rendah dibanding karyawan muda (Robbins, 2001:43).
b. Kelompok Kerja
Tingkat kepaduan dalam suatu kelompok menerima dan meresapkan tujuan organisasi melalui masing-masing anggotanya, maka mungkin sekali perilaku itu akan fungsional dilihat dari segi sistem itu keseluruhannya. Akan tetapi, kelompok kerja yang berbeda tujuan dengan organisasi akan memperlambat kerja ( Kast F & Rosenzweig J, 2002:481).
c. Jabatan / Jenjang Pekerjaan
Orang-orang dengan jenjang pekerjaan yang lebih tinggi cenderung lebih mendapatkan kepuasan kerja. Mereka biasanya memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja yang lebih nyaman, dan pekerjaan-pekerjaan mereka memungkinkan penggunaan segala kemampuan yang mereka punyai sehingga mereka mempunyai alasan-alasan untuk lebih terpuaskan (Handoko, 2000:199).
2. Komitmen Normatif
Komitmen normatif adalah perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Berdasarkan pengertian tersebut, komitmen normatif terdiri dari :


a. Absensi
Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat absensi. Kepuasan kerja yang lebih rendah biasanya akan mengakibatkan perputaran karyawan lebih tinggi. Mereka lebih mudah meninggalkan perusahaan dan mencari kesempatan diperusahaan lain. Para karyawan yang kurang mendapatkan kepuasan kerja cenderung lebih sering absen (Handoko, 2000:197).
b. Persyaratan Kerja
Perusahaan menawarkan sebuah pekerjaan dengan imbalan dan persyaratan tertentu, dan memiliki ekspektasi tertentu pula mengenai tipe orang orang yang sedang dicari. Akan terjadi kecocokan antara perusahaan dan karyawan manakala ada kaitan yang memadai dari kemampuan dan minat dari karyawan dan kebutuhan (Simamora, 2006:176).
3. Komitmen Kontinuen
Komitmen kontinuen adalah komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Komitmen kontinuen terdiri dari :
a. Gaji / Upah
Gaji/ upah merupakan suatu imbalan unik yang dapat memenuhi aneka macam kebutuhan yang berbeda beda. Gaji/ upah dalam bentuk gaji pokok dapat mencegah timbulnya ketidakpuasan (Winardi, 2001:155).

b. Tingkat Pendidikan
Makin tingginya tingkat pendidikan formal berakibat pada peningkatan harapan dalam hal karier dan perolehan pekerjaan serta penghasilan (Siagian, 1995:7).
3. Kepuasan Kerja
3.1 Pengertian kepuasan kerja
Davis K & Newstrom (1990:105) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah seperangkat perasaaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Sedangkan Hani Handoko (2000:193) mendefinisikan kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja (job satisfaction) menurut Stephen P. Robbins (2001:139) merujuk pada sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu; seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.
Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukannya (Handoko, 2000:196).
Davis K & Newstrom (1990:105) menyatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi yang dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang efektif. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan. Jadi kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis, dan motivasi.
Dari berbagi pengertian diatas maka disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan emosional karyawan mengenai pekerjaannya pada suatu organisasi.
3.2 Indikator Kepuasan Kerja
Indikator kepuasan kerja menurut Luthans (1997 : 431) terdiri dari lima indikator, yaitu :
1. Pembayaran seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem pembayaran upah dan kebijakan promosi yang diperspsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapannya.
2. Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan kemempuan dan keterampilannya, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal.


3. Rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat.
4. Promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya.
5. Kepenyeliaan (supervisi). Supervisi mempunyai peran yang penting dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Secara umum karyawan lebih menyukai supervisi yang adil, terbuka dan mau bekerja sam dengan bawahan.
3.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantaranya adalah budaya organisasi dan komitmen organisasi. Menurut Tepeici (2001 dalam Dr. Sopiah, MM., M.Pd. : 180) Budaya organisasi berpengaruh terhadap tingkat kepuasan kerja, tingkat keinginan untuk tetap bertahan pada organisasi dan kemauan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak lain.
Sedangkan menurut Pendapat Simon (2005) komitmen akan mencerminkan tingkat kesungguhan pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Sebab adanya komitmen yang tinggi akan memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan kerja pegawai. Hal ini berarti untuk memenuhi dan meningkatkan kepuasan pegawai, organisasi harus mampu meningkatkan komitmen pegawai.
VI. KERANGKA BERPIKIR
Kepuasan kerja pada dasarnya adalah perasaan emosional karyawan mengenai pekerjaannya pada suatu organisasi. Manajemen harus memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, turn over, semangat kerja, keluhan, dan masalah karyawan lainnya . Kepuasan kerja mengacu pada pemenuhan kebutuhan, ketidakcocokan, pencapaian nilai, persamaan, dan watak/ genetik.
Seperti yang telah diketahui kepuasan kerja akan dapat terlaksana dan terpenuhi apabila beberapa variabel yang mempengaruhi mendukung sekali. Variabel yang dimaksud adalah Budaya dan komitmen. Hubungan yang terjadi diantara kepuasan kerja dan budaya yaitu dalam hal pekerjaan, mengarahkan untuk mengambil resiko yang dihadapi dalam pekerjaannya, memperhatikan dengan seksama proses, hasil, bagaiman hasil itu diciptakan serta dengan siapa hasil itu dapat tercapai. Sedangkan karyawan merasa puas apabila seluruh hasil pekerjaan mereka dihargai dengan cara pemberian kompensasi.
Dari variabel tersebut, budaya organisasi mempunyai peranan penting. Variabel tersebut dapat mempengaruhi pekerjaan seseorang dan ujung –ujungnya organisasi akan menuai hasil baik. Agar pegawai selalu konsisten dengan kepuasannya maka setidak – tidaknya organisasi selalu memperhatikan lingkungan di mana pegawai melaksanakan tugasnya, misalnya rekan kerja, pimpinan, suasana kerja, dan hal –hal lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya. Biasanya budaya itu tercipta karena pengaruh dari lingkungan sekitar. Selain itu budaya memberikan pedoman seorang karyawan bagaimana dia mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi, nilai-nilai yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja (inovasi dan keberanian mengambil resiko, perhatian terhadap detail, berorientasi kepada hasil, manusia, tim, serta agresifitas),berinteraksi dengan kelompoknya (bagaimana seseorang itu bekerja dalam tim), denan sisitim administrasinya (gaji, upah, promosi yang jelas),serta bagaimana ia berinteraksi dengan atasannya.
Selain budaya, organisasi harus memperhatikan Komitmen para pegawainya. Komitmen mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan- tujuannya. Para pimpinan disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Hal ini untuk menjaga para pegawai mempunyai rasa keterlibatan emosi dalam mengidentifikasi dan terlibat dalam organisasi, mempunyai perasaan untuk berkewajiban tetap bergabung dengan organisasi, mempunyai keputusan tetap mempertahankan organisasi berdasarkan kalkulasi biaya yang harus ditanggung jika memutuskan keluar dari organisasi. Ketika karyawan makin bertambah lanjut usianya, mereka cenderung lebih puas karena rendahnya harapan dan penyesuaian kerja yang lebih baik. Ini dapat dijelaskan bahwa karyawan dengan tingkat usia yang lebih tua telah dapat memenuhi kebutuhannya, mendapat pengakuan atau nilai dari perusahaan dan dapat menyesuaikan diri, adanya perlakuan yang adil dari perusahaan membuat karyawan menjadi semakin puas akan pekerjaannya. Sehingga harapan yang dimiliki oleh karyawan dapat tercapai.
Kelompok kerja yang ada dalam suatu perusahaan akan mempengaruhi kepuasan kerja. Kelompok kerja memperlihatkan seberapa erat hubungan antar karyawan. Sehingga jika dalam kelompok kerja telah terjalin ikatan yang mempunyai tujuan sama, maka semua kebutuhan dapat terpenuhi dengan adanya pengakuan dari perusahaan atas pekerjaan yang dijalankan.
Kecenderungan karyawan dengan jabatan/jenjang pekerjaan yang lebih tinggi akan mempengaruhi kepuasan kerja. Karena jabatan/jenjang pekerjaan yang tinggi biasanya akan mendapat kompensasi yang lebih baik, sehingga segala kebutuhan akan tercapai.
Karyawan yang kurang puas akan pekerjaannya akan cenderung lebih banyak absen. Harapan dari karyawan yang tidak terpenuhi serta tidak adanya pengakuan dari perusahaan menyebabkan karyawan malas untuk bekerja dan akan sering mangkir.
Sehingga pada prinsipnya kalau organisasi menjaga budaya dan komitmen dengan baik dimana pegawai tersebut bekerja maka kepuasan kerja pegawai akan dapat terus terjaga sehingga organisasi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang menjadi tujuan organisasi tersebut dengan kata lain tujuan organisasi dapat tercapai.
Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat sistematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini, sebagai berikut :









Gambar 1. Kerangka Berfikir



















VII. HIPOTESIS
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul ( Arikunto, 2002 ; 64 ).
Berdasarkan uraian rumusan masalah, telaah pustaka, dan kerangka pemikiran yang ada maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.
H2 : Ada pengaruh komitmen organisasi terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.
H3 : Ada pengaruh budaya organisasi dan komitmen organisasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja pegawai Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah.

VIII. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja pada lingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2008 yaitu sebanyak 991 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini diambil sebagian dari jumlah populasi.
Untuk menentukan sampel, peneliti mengacu pada pendekatan rumus slovin (Umar, 2003:120) sebagai berikut :
=
Dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
E = persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir/ diinginkan (10%)
Dalam penelitian ini, N = 991
e = 10 %
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
=
=
= 91
Setelah diketahui jumlah sampel yang akan diteliti yaitu 91 orang maka selanjutnya peneliti menggunakan teknik “ClusterRandom Sampling” dimana arti dari teknik tersebut adalah sampel yang digunakan berdasarkan cluster atau kelompok, dalam hal ini dibagi pada tiap – tiap biro. Setelah dibagi maka sampel akan diambil secara acak pada tiap biro tersebut.

Pendistribusian pada tiap biro dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 2. Pendistribusian Sampel Penelitian

No Nama Biro Populasi Biro Sampel
1 Biro tata Pemerintahan 38 3
2 Biro OTDA & Kerja Sama 41 4
3 Biro Hukum 28 3
4 Biro Perekonomian 31 3
5 Biro adm Pembgn. Daerah 42 4
6 Biro bina produksi 36 3
7 Biro bina sosial. 30 3
8 Biro bina mental 34 3
9 Biro Orgns & Kepeg 90 8
10 Biro Keuangan 135 12
11 Biro Umum 414 38
12 Biro hubungan masyarakat 72 7
Jumlah 991 91

B. Variabel Penelitian
Sutrisno Hadi (dalam Arikunto, 2002:94) mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas (X) dan satu variabel terikat (Y).
A. Variabel bebas (X)
Variabel bebas yang dimaksud adalah budaya organisasional dan komitmen organisasional yang mencakup:
1. Budaya organisasi (X1)
Budaya perusahaan merupakan kumpulan nilai, sikap dan perilaku yang dipegang oleh anggota dengan indikator :
a. Inovasi dan mengambil resiko
b. Perhatian kepada detail
c. Berorientasi kepada hasil
d. Berorientasi kepada manusia
e. Berorientasi kepada tim
f. Agresivitas
2. Komitmen organisasional (X2)
Sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan dengan indikator :
a. Afektif
b. Normatif
c. Kontinuen
B. Variabel terikat
Variabel terikat (Y) adalah kepuasan kerja yaitu keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Indikator yang ada antara lain :
a. Pembayaran seperti gaji dan upah
b. Pekerjaan itu sendiri
c. Rekan kerja
d. Promosi pekerjaan
e. Kepenyeliaan (supervisi)
C. Metode Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Angket atau kuesioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal – hal yang ia ketahui (Arikunto, 2002:128). Dalam hal ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi dan untuk mengetahui jawaban atau informasi mengenai budaya organisasi, komitmen organisasi, dan kepuasan kerja.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah pilihan ganda dimana setiap satu butir pertanyaan akan disediakan lima jawaban dengan skor :
a. Jawaban A mempunyai skor 5
b. Jawaban B mempunyai skor 4
c. Jawaban C mempunyai skor 3
d. Jawaban D mempunyai skor 2
e. Jawaban E mempunyai skor 1
2. Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang – barang tertulis (Arikunto, 2002:135).
Data yang diperoleh dan yang digunakan dalam adalah data kehadiran pegawai, arsip kepegawaian, jurnal, dan literatur-literatur.

D. Validitas Dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur mengukur yang ingin diukur (Umar, 2003: 89). Cara yang dipakai dalam menguji tingkat validitas adalah menguji kesesuaian bagian instrumen secara menyeluruh.
Untuk menghitung validitas pada penelitian ini menggunakan rumus teknik korelasi product moment, yang rumusnya :
=
Dimana : rxy = Nilai Korelasi
n = Jumlah Populasi
x = Skor Indikator Empiris Variabel Bebas
y = Skor Total
Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :
- Apabila r hitung > r tabel, maka pembuatan instrumen pertanyaan dari masing masing indikator adalah valid.
- Apabila r hitung < r tabel, maka pembuatan instrumen pertanyaan dari masing masing indikator adalah tidak valid.
Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan paket software SPSS versi 11.0 dengan tingkat signifikan  5 %.



2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003:95 ).
Pengujian reliabilitas menggunakan Alpha Crobach pada software SPSS dengan nilai  > 0,6.
Suatu variabel dikatakan reliabel, apabila (Nurgiyantoro, dkk, 2005: 352) :
Hasil α  0,60 = reliabel
Hasil α < 0,60 = tidak reliabel
E. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi klasik adalah uji yang digunakan untuk mengetahui model regresi linier berganda yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini memenuhi asumsi klasik atau tidak.
a). Uji Normalitas
Sebelum ditentukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan penguji data atau kenormalan data. Jika data berdistribusi normal, maka uji hipotesis menggunakan statistik parametrik, sedang jika data tidak berdistribusi normal, maka uji hipotesis menggunakan statistik nonparametrik. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Yaitu perbedaan antara nilai prediksi dengan skor yang sesungguhnya atau error akan terdistribusi secara simetri disekitar nilai means sama dengan nol.
Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik atau uji statistik. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melihat grafik normal plot dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu digonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan :
1. Jika data menyebar dari garis diagonal dan mengikuti arah garis diagoinal atau grafik histrogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
b). Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas artinya antar variabel bebas tidak boleh ada korelasi. Untuk menguji adanya kolinieritas digunakan uji VIF dengan nilai 10 % dan Tolerance di atas 10 %.
c). Uji Heterokedesitas
Uji yang digunakan untuk mengetahui apakah terjadi penyimpangan model karena varian gangguan berbeda antara satu observasi dengan obsrvasi lainnya.
Untuk mengujinya dengan melihat grafik flot antara nilai prediksi variabel terikat (Zpred) dengan nilai residualnya (Sresid). Jika tidak ada pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y maka dapat disimpulkan bebas heterokedesitas.
d). Uji Autokorelasi
Asumsi ini menginginkan model yang digunakan secara tepat menggambarkan rata-rata variabel tergantung dalam setiap observasi. Pengujiannya menggunakan uji Durbin Watson.

2. Metode Kuantitatif
Merupakan langkah penganalisisan data dengan menggunakan teknik-teknik statistik sehingga hipotesisnya dapat di uji kebenarannya. Analisis kuantitatif dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif suatu kejadian terhadap kejadian lainnya.
Adapun metode yang akan digunakan adalah :
A. Analisis Deskiptif Persentase
Analisis deskriptif ini digunakan untuk penyusunan dan penyajian data yang dikumpulkan dalam suatu penelitian dalam bentuk tabel frekuensi atau grafik dan selanjutnya dilakukan pengukuran nilai – nilai statistiknya (Djarwanto dan pangestu, 1998: 1-2). Yang dianalisis dalam analisis deskriptif adalah respon responden mengenai budaya organisasi, komitmen organisasional dan kepuasan kerja. Langkah – langkah yang ditempuh dalam penggunaan tehnik analisis ini yaitu :
1). Membuat tabel distribusi jawaban angket variabel X dan Y.
2). Menentukan skor jawaban responden dengan ketentuan skor yang ditetapkan.
3). Menjumlahkan skor jawaban yang diperoleh dari tiap – tiap responden.
4). Memasukkan skor tersebut dengan rumus :
n
% X 100 %
N

B. Analisis Regresi linier berganda
Analisis regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh Budaya organisasi (x1) Komitmen organisasional (x2) dan kepuasan kerja (Y). Persamaan regresi berganda tersebut ditulis dengan rumus :
Y = a + bx1 + bx2 + e
Dimana : Y = Kepuasan kerja
x1 = Budaya organisasional
x2 = Komitmen organisasional
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi Berganda
e = Nilai Residul Error

1. Pengujian Hipotesis
a.) Uji – t
Uji parsial dihitung menggunakan alat bantu software SPSS 11.0 dengan membandingkan signifikan hitung antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Dengan penjelasan :
Ho : diterima bila sig. >  = 0,05
Ho : ditolak bila sig.   = 0,05
b.) Uji – F
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas mempunyai pengaruh yang sama terhadap variabel terikat. Pengujian dilakukan dngan signifikansi  = 5 %. Uji simultan dihitung menggunakan alat bantu software SPSS 11.0
Dengan penjelasan :
Ho : diterima bila sig. >  = 0,05
Ho : ditolak bila sig.   = 0,05
c.) Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi juga digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel tidak bebas / terikat.
Rumus (Hasan,1999:263) :
KD = R2 x 100%
Dimana :
KD = Koefisien Determinasi
R = Kuadrat dari nilai koefisien korelasi



IX. SISTEMATIKA SKRIPSI
Adapun sistematika dalam penelitian ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini diuraikan mengenai pengertian budaya oraganisasional, komitmen, serta pengertian kepuasan kerja.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang populasi, sampel, teknik dan metode pengumpulan data serta analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan laporan hasil penelitian dan pembahasan yang mengkaitkan kerangka teori dengan kenyataan dilapangan.
BAB V PENUTUP
Bagian ini merupakan bab terakhir dari pokok skripsi yang terdiri atas kesimpulan dan saran.







DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V, Jakarta : Rineka Cipta, 2002

Davis, Keith, dan Newstrom. Perilaku Dalam Organisasi Jilid 2, Jakarta : Erlangga, 1990

Gomes, Faustino. C, Drs. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Andi, 2000

Greenberg, Jerald. Behaviour In Organization 7th Edition, New Jersey, 2002

Handoko, Hani. T, Drs. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : BPFE, 2000

Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. Perilaku Organisasi Buku 1, Jakarta : Salemba Empat, 2003

Luthan, Fred. Perilaku Organisasi, Yogyakarta : Andi, 2006

Mathis, Robert. L. Manajemen Sumber daya Manusia Jilid 1, Jakarta : Salemba Empat, 2000

Mas’ud, Fuad. 40 Mitos Manajemen Sumber Daya Manusia, Semarang : Badan Penerbit UNDIP, 2002

Pareke, Fahrudin, J. S. Pengaruh Keadilan Distributif dan Prosedural Terhadap Komitmen Organisasional, Media Ekonomi & Bisnis Vol. XV No. 1, 2003

Propinsi Jawa Tengah, Perda No. 2 Tahun 2001 Tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah

Robbins, Stephen, P. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi Edisi Kedelapan, Jakarta : Prenhallindo, 2001

Setyawan, Donny, Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Dan Relevansinya Terhadap Komitmen Organisasi, Tesis MM Pasca Sarjana UNDIP, 2005
Sudjana M.A., Prof. DR. Metoda Statistika, Bandung : Tarsito, 2002

Suparwati. Motivasi Sebagai “Moderating Variable “ Dalam Hubungan Antara Komitmen Dengan kepuasan Kerja ( Studi Empiris Pada Akuntan Pendidik di Surabaya ), Perspektif Vol. 8 no. 2, 2005

Siagian, Sondang P. Prof. Dr. Teori Pengembangan Organisasi, Jakarta : Bumi Aksara, 1995

Umar, Husein. Metode Riset Perilaku Organisasi, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003

Wahyudi, Amir. Pengaruh Komitmen Organisasional Dan Etika Kerja Islami Terhadap Performansi Kerja Para Staf Pengajar Pada Perguruan Tinggi di Surakarta Dengan Basis Institusi Sebagai Variabel Moderator, Ventura Vol. 9 No. 2, 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar